Definisi

Definisi

Gangguan bipolar merupakan gangguan kronis berulang ditandai dengan munculnya fluktuasi keadaan mood dan energi. Gangguan ini dialami lebih dari 1% populasi dunia terlepas dari kebangsaan, asal etnis, atau status sosial ekonomi. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2016, terdapat sekitar 60 juta orang mengalami gangguan bipolar di dunia. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk di Indonesia.

Penyebab

Faktor

Fakto Risiko

Risiko anak-anak dengan orang tua yang mengalami gangguan bipolar adalah empat kali lebih besar dibandingkan dengan risiko anak dengan orang tua sehat. Dari segi neurotransmitter, menyatakan bahwa depresi terikat pada tingkat rendah norepinefrin dan dopamin, sedangkan mania terikat pada tingkat tinggi norepinefrin dan dopamin.

Perbedaan

Tatalaksana

Sumber

Fase

Penyebab

Penyebab

  • Genetika

    Genetika sebagai faktor umum yang menyebabkan bipolar. Seseorang anak dari orang tua yang salah satu mengidap bipolar memiliki resiko mengalami gangguan bipolar sebesar 15 % sampai 30 %, bahkan ketika kedua orang tua adalah pengidap gangguan bipolar, maka anak akan berisiko mengalami bipolar sebesar 50 % sampai 75 %. Pada kembar identik sekitar 70% dan pada kembar fraternal sekitar 25% hal ini mendukung hipotesis bahwa gangguan bipolar memiliki komponen keturunan. Jadi, faktor genetika sangat menentukan seseorang itu menderita bipolar atau tidak.

    • Disregulasi neurotransmitter

    Gangguan bipolar pada fase depresi ditandai dengan rendahnya norepinefrin dan dopamin, dan pada fase mania ditandai dengan tingginya norepinefrin dan dopamin. Teori norepinefrin paling relevan dengan gangguan bipolar dinyatakan bahwa kadar norepinefrin sangat berpengaruh pada fase mania dan depresi penderitanya. Mania dan depresi juga terikat pada taraf rendahnya serotonin, yang diyakini berkaitan dengan fungsi pengaturan norepinefrin dan dopamine. Ketidakseimbangan neurotransmitter menjadi pemicu gejolak dalam diri penderita mengalami fase mania dan depresi bergantian dalam waktu yang cepat.

    • Psikososial

    Lingkungan hidup serta berbagai pengalam hidup dan stres lingkungan menjadi salah satu faktor yang memicu seseorang mengalami bipolar. Pengamat klinis mengamati bahwa seseorang yang hidup dalam tekanan lebih cenderung mengalami gangguan mood.17 Lingkungan yang memberikan situasi pelik bagi seseorang bisa mendorongnya mengalami gangguan mood yang kronis berujung pada bipolar.

    • Lainnya

    Faktor resiko dan prediktor yang dapat membantu dalam mengeksklusi diagnosis banding yaitu: Sedih yang mendalam atau depresi psikotik saat masa anak-anak atau remaja,, onset cepat atau regresi cepat dari depresi, tanda-tanda penyakit atipikal atau seasonal, gejala subsyndromal, hipomanik dalam perjalanan episode depresi, perkembangan gejala hipomanik dengan pemberian antidepresan atau psikostimulan. 18 Faktor-faktor ini juga menjadi pemicu seseorang mengalami gangguan mood bipolar.

    Gejala

    Perbedaan Mania dan Depresi

    Mania dan depresi sama-sama diasumsikan terikat pada tingkat serotonin yang rendah. Peristiwa hidup dan stres lingkungan menjadi salah satu faktor penyebab seseorang menderita gangguan bipolar. Salah satu pengamatan klinis menunjukkan bahwa peristiwa hidup yang penuh dengan tekanan lebih cenderung mendahului episode gangguan mood yang kemudian mengikuti, sehingga faktor psikososial menjadi salah satu faktor yang berperan dalam penyebab terjadinya gangguan bipolar.

    Penderita bipolar dapat mengalami kecemasan hingga menjadi komorbid pada gangguan bipolar jika tidak disadari dengan segera. Menurut studi yang membahas gangguan bipolar bahwa menjadi pasien atau penderita gangguan bipolar sangat lah tidak mudah karena penderita bipolar akan merasakan tekanan yang hebat dalam lingkungan sosial akibat dari penolakan dan dianggap sebagai aib dan menimbulkan kecemasan pada penderita bipolar dalam menjalani kehidupan (Sauran & Salewa, 2022). Dampak dari gangguan bipolar yang telah disebutkan, salah satunya disebabkan oleh kecemasan yang bermacam-macam seperti misalnya, kesulitan mempercayai orang lain karena takut tidak bisa menerima kondisi penderita sehingga dapat terjadi bully, dan ketakutan mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan sehingga mengganggu orang lain cenderung menyalahkan diri sendiri hingga dapat menimbulkan pikiran keinginan menyakiti diri dan mengakhiri hidup pada penderita bipolar.

    Gejala

    Gejala yang diperlihatkan oleh penderita bipolar dapat terlihat melalui reaksi yang tampak lewat perilaku. Dengan mengenal symptom yang dialami oleh penderita bipolar akan menjadi langkah awal dalam mendiagnosis penderita. Ada beberapa gejala/symptom yang dapat dilihat dari setiap episode penderita bipolar yaitu:

    Bipolar dibagi dalam tiga fase, yakni mania, depresi dan campuran. Individu didiagnosis berada dalam fase mania ketika suasana hati yang dominan berupa mania, dan depresi ketika suasana hati yang dominan ialah depresi, dan berada pada tipe campuran bila gejalanya adalah mania dan depresi bercampur dan berubah dalam selang waktu beberapa hari. Jadi, penderita bipolar akan mengalami fase yang mengguncang mood secara ekstrem dan dinampakkan melalui perilaku yang berubah secara drastis.

    • Episode Mania/manik

      Episode mania dari gangguan bipolar membuat penderitanya mengalami tekanan emosional negatif melainkan merasa bahagia, percaya diri, produktif dan suasana hatinya cenderung meriah. Symptom yang dominan pada episode mania ialah euforia. Mereka melihat segala sesuatu serba indah. Berikut gejala yang dinampakkan penderita bipolar pada episode mania:

      1. Memperlihatkan kegembiraan amat sangat tidak beralasan.
      2. Banyak berbicara.
      3. Pikiran yang mudah teralih.
      4. Sangat energetic (sulit berada dalam keadaan tenang).
      5. Memiliki kepercayaan yang tidak realistis.
      6. Susah memusatkan perhatian (perhatiannya cepat beralih).
      7. Memiliki ide yang tidak karuan.
      8. Cenderung mengalami halusinasi aural (halusinasi yang berhubungan dengan telinga/pendengaran).
      9. Mengalami disorientasi total terhadap ruang, tempat dan waktu.
      10. Kebutuhan akan tidur berkurang.

      Gejala yang dipaparkan di atas adalah beberapa gejala yang sangat tampak ketika seseorang memasuki episode mania. Mereka akan merasa dirinya paling penting, paling bahagia dan menganggap orang di sekitar biasa saja. Penderita akan cenderung melakukan kegiatan dengan sangat cepat, serta tanpa talenta yang nyata mulai menulis novel, menulis lagu padahal dalam dirinya tidak ada bakat tersebut. Pada fase ini juga orang cenderung banyak menuntut dan mendominasi. Pandangan seperti inilah yang senantiasa mewarnai kehidupan penderita bipolar ketika mereka memasuki fase mania.

      • Episode Depresi

      Pada fase ini, penderita akan mengalami guncangan emosional yang biasanya ditandai dengan perubahan mood secara drastis dari bahagia menjadi sedih. Gejala yang dinampakkan penderita pada episode depresi yaitu:

      1. Perasaan sedih dan putus asa.
      2. Banyak menangis, mengerang/mengeluh.
      3. Merasa bahwa dirinya tidak berharga.
      4. Kesulitan dalam berpikir (proses pikirannya lambat dan sulit mengumpulkan tenaga untuk berpikir).
      5. Retardasi psikomotor (sulit melakukan aktivitas).
      6. Delusi dan halusinasi.
      7. Kehilangan selera makan.
      8. Adanya keinginan kuat untuk mati.
      9. Mengalami kesulitan untuk tidur.
      10. Menghindari komunikasi.
      11. Menjauhkan diri dari lingkungan.

      Gejala-gejala yang dinampakkan penderita pada fase depresi memungkinkan dirinya mengambil jalan pintas (mengakhiri hidup) karena sebuah anggapan bahwa hidupnya sangat lah tidak berharga, hanya diliputi kesedihan dan seolah-olah kebahagiaan itu tidak ada dalam dirinya. Perilaku yang dinampakkan oleh penderita merupakan sebuah keanehan dimata orang lain, karena dianggap perilaku yang baru dan terkadang menjadi sebuah penolakan dalam masyarakat.

      • Episode Campuran

      Ketika seseorang berada pada fase mania maka suasana hati yang dominan dalam dirinya ialah mania/gembira, sedangkan pada fase depresi suasana hati yang dominan dalam dirinya ialah depresi/kesedihan ekstrem. Tetapi apabila seseorang memperlihatkan gejala yang berupa reaksi manik depresif yang jika dilihat bukan berada pada fase mania ataupun depresi atau suasana hati yang selalu berubah dalam beberapa hari maka individu didiagnosis mengalami fase campuran, di mana mania dan depresi bergantian. Pada waktu tertentu bisa mengalami bahagia dan dengan sekejap mengalami kesedihan yang terjadi bergantian dalam waktu cepat.

      Dampak

      Dampak Buruk

      Seseorang yang menderita bipolar akan berada pada situasi kehidupan yang sangat tidak menyenangkan, baik bagi diri penderita maupun bagi lingkungan sekitar. Ketidakmampuan seseorang untuk menjalani peran hidup secara normal, apalagi ketika berdasarkan diagnosis DSM mereka mengidap gangguan bipolar, secara psikologis seseorang akan mengalami tekanan batin yang hebat. Penerimaan diri bahkan penerimaan dari lingkungan akan sangat sulit. Cenderung orang akan menghindari, menganggapnya sebagai aib, bahkan isolasi sosial bisa saja dialami oleh penderita itu sendiri. Kecenderungan berpikir yang irrasional juga bisa menjadikan penderita sekejap mengambil keputusan yang keliru untuk menghadapi kenyaatan hidup. Tidak jarang penderita akan mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Bunuh diri dilakukan ketika seseorang berada dalam dalam tekanan hidup yang berat dan tidak menemukan solusi yang diharapkan. Kecemasan, kepedihan, emosi atau kegagalan dapat menjadi faktor pemicu. Bunuh diri menjadi pilihan agar terlepas dari penderitaan. Penyebab bunuh diri juga disebabkan oleh masalah gangguan jiwa juga, orang dengan gangguan jiwa memiliki risiko 10 kali lipat melakukan bunuh diri dibandingkan populasi pada umumnya.24 Penolakan dan beban psikologis penderita bipolar tidak menutup kemungkinan dapat membuat mereka melakukan tindakan bunuh diri. Sehingga sangatlah penting bagaimana penderita bipolar dapat ditolong untuk mampu mengatasi gangguan dalam dirinya, agar setiap kemungkinan terburuk tidak terjadi pada penderita.

      Tatalaksana

      Penanganan saat ini untuk pasien gangguan bipolar berfokus pada pemberian terapi non-farmakologi dan farmakologi. Terdapat berbagai macam terapi non-farmakologi untuk gangguan bipolar meliputi: terapi interpersonal, terapi perilaku, terapi kognitif, dan terapi lainnya. Sedangkan, pemberian obat farmakologi dapat diberikan obat mood stabilizer, obat generasi kedua antipsikotik, dan obat antidepresan.

      Cognitive Behavioral Therapy

      Pada dasarnya CBT dapat dikatakan gabungan dari teknik cognitive dan behavioral. Sebelum lebih jauh membahas tentang CBT, penulis akan lebih dahulu memaparkan tentang teknik cognitive dan behavioral secara terpisah.

      1. Teknik Cognitive

        Teknik ini, digagas oleh beberapa tokoh seperti George A. Miler, Ulric Neisser, Leon Fatinger, Aaron Temkin Beck, mereka berpandangan bahwa perilaku dan emosi menjadi permasalahan karena adanya ola berpikir yang salah. Sehingga teknik cognitive akan menganalisis pikiran dan mengubah yang destruktif agar seseorang dapat hidup dengan efektif. Cognitive berfokus pada bagaimana manusia membangun pengalamannya, dan menjadikan pengalaman itu sesuatu yang realistis serta hubungannya dengan masa lalu yang disimpan dalam memori. Sehingga proses belajar lebih kompleks dibandingkan formasi pasif stimulus dan respons. Melalui proses belajar akan memberikan makna pada setiap situasi, sehingga pengetahuan yang telah dimiliki seseorang akan berfungsi memberikan makna pada setiap pengalaman.

        2. Teknik Behavioral

        Beharioral biasa juga dikenal dengan modifikasi perilaku yang dilakukan dnegan menerapkan teknik-teknik melalui proses belajar untuk menolong seseorang meninggalkan perilaku yang maladaptif, sehingga dapat menghasilkan perilaku adaptif. Fokus terapi ini ialah masa sekarang dan bukan pada masa lampau. Teori ini dipelopori oleh Pavlov, Edward Thorndike, Guthrie, Hull, Tolman, serta Skinner, mereka mengembangkan teori belajar.27 Tipe – tipe proses belajar dari teori ini yaitu: pengondisian operan, pengondisian responden, modeling, assertive training, token economy, kontrak kontingensi, desensitisasi sistematis, desensitisasi in vivo, terapi implosive, teknik aversif,28 merupakan langkah yang dapat diterapkan dalam terapi yang didalamnya ada sebuah proses belajar agar individu yang tingkah lakunya bermasalah dapat belajar untuk mengubah dan meninggalkan tingkah laku tersebut dan menggantinya dengan perilaku baru yang sesuai dengan tuntutan norma. Teknik cognitive dan behavioral kemudian dikembangkan dan dipadukan menjadi satu teknik baru yang dikenal dengan cognitive behavioral therapy yang dalam teknik ini, hendak mengubah pola pikir dan tingkah laku yang memicu munculnya masalah.

        Awalnya terapi ini hanya dikenal dengan sebutan cognitive therapy yang biasa digunakan untuk mengatasi masalah depresi. Namun, di dalam perkembangannya cognitive therapy kemudian dikenal dengan sebutan cognitive behavioral therapy (CBT), di mana terapi ini digunakan untuk mengatasi berbagai gangguan mental, seperti bipolar disorder, anxiety disorder, obsessive-compulsive disorder dan berbagai gangguan mental lainnya. CBT dianggap sebagai salah satu teknik terapi yang cocok bagi segala usia, strata, pendidikan, ekonomi yang dapat diterapkan secara individual maupun klasikal. CBT sebagai bentuk intervensi psikologis fokus pada bagaimana cara seseorang mampu berpikir dan bertindak agar bisa menolongnya mengatasi masalah emosi dan perilaku. Terapi CBT dipandang baik untuk diterapkan karena menjangkau aspek kehidupan manusia secara lebih menyeluruh. Cognitif Behavior Therapy merupakan pendekatan konseling yang diformulasikan pada penyelesaian persoalan konseli dari segi pikiran dan perilaku. Sebuah masalah terjadi karena pola pikir yang keliru yang ditampakkan dalam tingkah laku yang maladaptif sehingga terjadi sebuah masalah.

        Sumber

        Putri, G. A., Noviekayati, I., Rina, A. P. 2024. Hubungan Antara Self Awareness Dengan Kecemasan Pada Penderita Bipolar. Jurnal Ilmu Sosial Humaniora dan Seni. Vol. 2(2). Viewed on 4th October 2024. From: http://www.jurnal.minartis.com/index.php/jishs/article/download/1480/1279

        Sauran, A. R., Salewa, W. 2022. TEKNIK COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY (CBT) DALAM GANGGUAN KEPRIBADIAN BIPOLAR. Jurnal Pastoral Konseling. Vol. 3(1). Viewed on 8th October 2024. From: https://ejournal-iakn-manado.ac.id/index.php/poimen/article/view/941

        Wirasugianto, J., Lesmana, C. B. J.. et al. GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN GANGGUAN BIPOLAR DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR, BALI. Vol. 10(1). Viewed on 4th October 2024. From: https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

        Shares:

        Tinggalkan Balasan

        Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *