1. PENDAHULUAN

Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyebab tersering inflamasi sendi kronik. RA adalah penyakit inflamasi autoimun – sistemik, progresif dan kronik yang mempengaruhi banyak jaringan dan organ, namun pada prinsipnya merusak sendi-sendi sinovial. Proses inflamasi ini memproduksi respon inflamasi dari sinovium (sinovitis) sehingga menyebabkan hiperplasia sel-sel sinovium, produksi berlebih cairan sinovial, dan terbentuknya pannus pada sinovium. Proses inflamasi ini seringkali berujung pada kerusakan tulang rawan sendi dan ankilosing sendi. Karakteristik yang paling sering ditemui adalah polyarthritis simetris dan tenosinovitis, morning stiffness, peningkatan LED, serta gambaran autoantibodi yang mentarget immunoglobulin (faktor rheumatoid) dalam serum.

  • ETIOLOGI

Penyebab RA sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab RA antara lain : (1) Faktor genetik; (2) Reaksi inflamasi pada sendi dan selubung tendon; (3) Faktor rheumatoid; (4) Sinovitis kronik dan destruksi sendi; (5) Gender; (6) Infeksi

  • INSIDENSI DAN PREVALENSI

Prevalensi RA yang dilaporkan pada sebagian besar populasi adalah 1 – 3 %, dengan insiden puncak pada dekade keempat atau kelima. Wanita 3 – 4 kali lebih sering terkena dibandingkan pria. Prevalensi dan gejala klinis yang tampak dapat bervariasi pada populasi yang berbeda; penyakit ini lebih sering (dan secara umum lebih berat) pada ras kaukasia yang tinggal di daerah urban Eropa dan Amerika Utara dibandingkan dengan yang tinggal di pedalaman Afrika. Suatu studi oleh St. Clair dkk menyatakan bahwa 75% penderita Rheumatoid Arthritis adalah wanita. Sendi-sendi perifer merupakan lokasi pertama atau awal dari RA, dan distribusi antara kedua sisi cenderung simetris.

  • PATOLOGI

RA adalah penyakit sistemik, namun karakteristik lesi terlihat pada sinovium atau dalam nodul rheumatoid. Sinovium dipenuhi pembuluh-pembuluh darah baru dan sel-sel inflamasi.

  • GAMBARAN KLINIS RA

Dalam menegakkan diagnosis RA, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan laboratorium. Kurang lebih 75% pasien RA adalah wanita. Keluhan biasanya berupa nyeri pada sendi-sendi tangan dan kaki, selain itu sendi bahu, panggul, dan tulang belakang terutama servikal. Sebaliknya, pada pria, lebih sering bermanifestasi pada sendi-sendi besar. 73% RA pada pria akan bersifat erosif (55% pada wanita). Namun wanita lebih sering menjalani operasi orthopaedi (pria : wanita = 1 : 2).

Pada fase awal, karakteristik RA umumnya adalah keterlibatan sendisendi tangan dan kaki (sendi metacarpophalangeal, proximal interphalangeal, dan sendi metatarsophalangeal). Manifestasi klinis sistemik seperti kelemahan, mudah lelah, dan penurunan berat badan sering terjadi. Pasien RA biasanya mengeluh nyeri pada sendi baik pada saat istirahat maupun saat beraktivitas, disertai dengan sendi yang bengkak dan kaku. Pembengkakan sendi ini disebabkan oleh penebalan sinovium dan efusi sinovial. Pembengkakan ini semakin tampak jelas oleh karena disertai dengan adanya atrofi dari otot-otot sekitarnya. Kekakuan sendi, yang disebut dengan Morning Stiffness oleh karena RA berlangsung ± 45 menit bila tidak diintervensi dengan terapi, dan pasien sering mengeluh bahwa pagi adalah saat-saat paling menyakitkan. Stiffness seringkali sulit diinterpretasikan, namun dapat dideskripsikan sebagai kelambatan atau kesulitan menggerakkan sendi saat beranjak berdiri dari tempat tidur atau bergerak setelah berdiam diri beberapa lama.

American Rheumatism Association, membuat suatu kriteria klasifikasi untuk membedakan RA dengan penyakit arthritis lainnya (Tabel 1)

  • TERAPI

Tujuan terapi RA adalah mengurangi nyeri dan pembengkakan pada sendi, menghilangkan kekakuan sendi, dan mencegah pengrusakan sendi lebih lanjut. Sejak tahun 1990, dikenal suatu standar reumatologi dalam menangani RA, dinamakan Piramida Terapi RA. (Gambar 1)

Pemilihan terapi RA dengan menggunakan NSAIDs (Non-steroidal Anti Inflammatory Drugs) atau COX-2 inhibitor sebagai NSAID spesifik merupakan terapi lini pertama pada RA. Terapi Medikamentosa pada RA dengan DMARDs dapat dilihat pada tabel 2

Bila RA menjadi agresif meskipun telah menjalani terapi menggunakan NSAID, maka dapat digunakan terapi pengobatan lini kedua dalam 3 hingga 6 bulan. Methotrexate dapat digunakan sebagai terapi pada pasien RA dengan manifestasi klinis yang jelas (erosi, keterlibatan banyak sendi, manifestasi ekstraartikuler) dengan dikombinasikan dengan hydroxychloroquine atau sulfalazine. Penggunaan prednison (kortikosteroid) diduga mencegah progresi pengrusakan sendi, dengan penurunan dosis secara berkala. Selama 5 tahun terakhir ini dikenal penggunaan terapi dengan kombinasi beberapa obat lini kedua. Penggunaan methotrexate, sulfalazine, dan hydroxychloroquine secara bersamaan dinilai lebih baik dibandingkan pemberian methotrexate atau sulfalazine atau hydroxychloroquine tersendiri. Namun pemberian obat RA lini kedua ini harus dipertimbangkan akan toksisitas terhadap hati dan insufisiensi organ ginjal. Pengobatan baru dengan inhibitor TNF-α menunjukkan hasil yang cukup baik dengan perbaikan akan manifestasi klinis RA.

Indikasi pembedahan pada RA adalah pada pasien dengan : gagal dengan terapi medikamentosa, nyeri dan kaku sendi yang berat baik dengan aktivitas ataupun istirahat, atau adanya penurunan fungsi yang mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.

  • KESIMPULAN

Rheumatoid arthritis (RA) merupakan penyebab tersering inflamasi sendi kronik. Tujuan terapi RA adalah mengurangi nyeri dan pembengkakan pada sendi, menghilangkan kekakuan sendi, dan mencegah pengrusakan sendi lebih lanjut

Sumber:

Fauzi, A . (2019). Rheumatoid Arthritis. Jurnal Kedokteran, 3(1), 167-175. Viewed on 12 August 2022. From : juke.unila.ac.id.

Shares:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *