A. Definisi
Meningitis bakterial merupakan salah satu penyakit peradangan akibat infeksi pada meninges atau selaput membran otak. Meningitis dapat terjadi pada setiap lapisan meninges, baik itu di duramater, arachnoidmater, maupun piamater (Widyastuti, 2023).
B. Epidemiologi
Kejadian meningitis bakterial di seluruh dunia mencapai 8,7 juta kasus dengan 379.000 jumlah kematian. Pada kelompok anak-anak mencapai 400 kasus per 100.000 populasi dibandingkan dengan dewasa yaitu 1-2 kasus per 100.000 populasi. Asia Tenggara memiliki insidensi meningitis bakterial dalam rentang 18,3 – 24,6 kasus per 100.000 populasi. Pada tahun 2016, kasus meningitis tertinggi terjadi di Indonesia, yaitu sejumlah 78.018 kasus dengan kematian 4.313 orang. (Widyastuti, 2023).
C. Etiologi
Meningitis dibedakan berdasarkan etiologinya, salah satunya yaitu meningitis bakterial. Infeksi ini dapat diperoleh dari lingkungan (community-acquired) atau rumah sakit (nosocomial). Meningitis bakteri yang didapat dari lingkungan disebabkan oleh invasi bakteri ke meninges dari bakteremia atau perluasan langsung dari infeksi lokal. Jenis bakteri penyebab paling umum tergantung pada usia. Streptococcus Group B umum ditemukan pada bayi kurang dari 2 bulan, sedangkan Streptococcus pneumoniae paling umum pada semua kelompok usia lainnya, kecuali usia 11 – 17 tahun, Neisseria meningitidis masih menjadi penyebab paling umum (Runde, 2023).
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinis
Trias meningitis, yaitu demam, kekakuan leher, dan perubahan status mental biasanya akan dialami pasien meningitis bakterial. Sebanyak 70% pasien akan menunjukkan minimal satu dari ketiga gejala. Respons inflamasi yang menyebabkan peningkatan permeabilitas mikrovaskuler kortikal dengan edema serebral difus akan meningkatkan tekanan intrakranial. Hal tersebut memunculkan gejala sakit kepala dan demam. Apabila berlanjut, akan menyebabkan obtundasi, defisit neurologis fokal, dan kejang. Ketika dilakukan pemeriksaan fisik neurologis, tanda meningeal berupa kaku kuduk, tanda Kernig, atau Brudzinski akan positif (Barichello, 2023; Runde, 2023).
F. Evaluasi
Pasien yang diduga menderita meningitis bakteri harus menjalani lumbal punksi untuk mendapatkan sampel cairan serebrospinal (CSF). Cairan CSF tersebut harus dikirim untuk pemeriksaan gram stain, kultur, hitung sel darah lengkap (HSK), serta kadar glukosa dan protein. Meningitis bakteri biasanya menyebabkan kadar glukosa rendah dan protein tinggi dalam cairan serebrospinal. Karena kadar glukosa CSF bergantung pada kadar glukosa serum yang beredar, maka rasio glukosa CSF terhadap serum dianggap sebagai parameter yang lebih dapat diandalkan untuk diagnosis meningitis bakteri akut dibandingkan kadar glukosa CSF absolut. Peningkatan neutrofil diharapkan terlihat pada hitung sel darah. Diagnosis akan dikonfirmasi dengan identifikasi bakteri pada gram stain atau kultur. CT scan kepala tanpa kontras harus dilakukan sebelum lumbal punksi jika pasien memiliki risiko herniasi. (Runde, 2023).
G. Tatalaksana
Langkah 1: dilakukan jika terdapat kecurigaan atau suspek mengalami meningitis bakterial namun belum menjalani pemeriksaan penunjang/evaluasi.
Langkah 2: dilakukan jika sudah terdapat hasil pemeriksaan gram stain.
Langkah 3: dilakukan jika hasil pemeriksaan kultur atau PCR dari pasien sudah didapatkan dan telah terkonfirmasi jenis bakteri penyebabnya.
Daftar Pustaka
Barichello, T., dkk. 2023. Bacterial Meningitis in Africa. Frontiers in Neurology. 14: 1-18
Runde, T.J., Anjum, F., Hafner, J.W. 2023. Bacterial Meningitis. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470351/
Widyastuti, P., Utami, H.N., Anugrah, M.F. Meningitis Bakterial: Epidemiologi, Patofisiologi, dan Penatalaksanaan. Lombok Medical Journal. 2(2): 74-80