DEFINISI

Parotitis adalah sebuah penyakit yang disebabkan karena inflamasi pada kelenjar saliva parotis.Inflamasi pada kelenjar ini dapat terjadi akibat berbagai infeksi agen patogen virus, bakteri, dan pada kasuskasus tertentu terkait dengan gangguan autoimun, tumor, dan obstruksi duktus parotis. Parotitis epidemika (mumps), yang dikode B.26 dalam The Intenational Clasiffication of Diseases (ICD), adalah parotitis yang disebabkan infeksi virus mumps (MuV) dan sering menimbulkan epidemi dalam komunitas.

Epidemiologi

Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, insidens mumps menurun setelah era 1960 ketika vaksinasi mulai diberlakukan, hingga berhasil mencapai penurunan insidens 99.9% dibandingkan era sebelum vaksinasi pada 2001.Tidak berbeda jauh dengan prevalensi global, jumlah kejadian mumps di Indonesia diperkirakan juga telah mengalami penurunan sejak era vaksinasi pada 1967. Kasus gondongan di Indonesia berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 13 November 2024 mencatatkan sebanyak 6.593 kasus. Terjadi peningkatan signifikan dari kasus mumps dalam beberapa tahun terakhir. Dinas Kesehatan DKI Jakarta merilis bahwa terdapat peningkatan jumlah kasus mumps yang signifikan pada 2024, yakni 1.234 kasus dibandingkan dengan 876 kasus di tahun sebelumnya.

Etiologi

Mumps (gondongan) disebabkan oleh paramyxovirus yang merupakan virus RNA beruntai tunggal. Nucleoprotein, fosfoprotein, dan polimerase bersama dengan RNA genomik berperan dalam replikasi virus, yang menghasilkan pembentukan nukleokapsid. Nukleokapsid ini diselimuti oleh lapisan ganda lipid yang berasal dari inang. Di dalam lapisan lipid ini terdapat protein neuraminidase dan protein fusi milik virus, yang memungkinkan virus menempel pada sel dan masuk ke dalamnya. Kompleks protein fusi ini merupakan target utama antibodi penetral virus. Hingga saat ini, telah diidentifikasi 12 genotipe mumps. Genotipe G merupakan genotipe virus mumps utama yang beredar di Amerika Serikat sejak tahun 2006. Faktor risiko mumps meliputi defisiensi imun, perjalanan internasional, tinggal di lingkungan yang padat atau komunitas yang erat, serta tidak mendapat vaksinasi.

Patofisiologi

Virus penyebab mumps adalah paramyxovirus, yang juga merupakan virus penyebab parainfluenza. Paramyxovirus termasuk virus RNA rantai tunggal yang bersifat stabil, berbentuk lurus, dan tidak bersegmen. Penyebaran virus terjadi melalui kontak langsung dengan sekret atau droplet saluran pernapasan dan urine. Masa inkubasi terjadi dalam 12 – 25 hari setelah paparan virus dan parotitis sering terjadi pada 16 – 18 hari setelah paparan. Saat terjadi paparan, virus mumps masuk melalui saluran pernapasan bagian atas, berikatan dengan reseptor virus asam sialic dan memasuki sel-sel epitel saluran pernapasan, selanjutnya menginvasi sel-sel epitel lain di sepanjang saluran pernapasan. Replikasi virus pada kelenjar parotis menyebabkan infiltrasi sel mononuklear perivaskuler dan perifer, perdarahan, edema, dan nekrosis asinus dan sel-sel epitel duktus. Selama fase akut, virus ini bisa saja menyebar ke kelenjar limfe regional, menyebabkan fase viremia yang dapat menyebabkan komplikasi berupa infeksi pada susunan saraf pusat, jantung, ginjal, dan organ reproduksi.

Manifestasi Klinis

Prodromal virus gondongan meliputi gejala-gejala nonspesifik seperti demam, malaise, sakit kepala, mialgia, dan anoreksia, yang segera diikuti oleh parotitis (pembengkakan pada kelenjar saliva disertai rasa sakit) pada hari-hari berikutnya. Pembengkakan parotis biasanya bilateral, tetapi pembengkakan unilateral dapat terjadi. Pembengkakan parotis muncul sebagai peradangan yang menyakitkan pada area antara cuping telinga dan sudut mandibula. Mukosa duktus Stensen sering kali merah dan bengkak bersama dengan keterlibatan kelenjar submaksila dan submandibular. Peradangan kelenjar paling sering muncul tetapi kemudian mereda dalam waktu 1 minggu. Sialadenitis berulang dapat terjadi sebagai komplikasi parotitis.

Tatalaksana

  • Simptomatis

Mumps termasuk penyakit self-limiting, jarang menyebabkan komplikasi jangka panjang, dan sebagian besar kasus akan sembuh sempurna dalam beberapa minggu setelah onset. Dengan demikian, pengobatan pada kasus ringan adalah terapi yang bersifat suportif dan simptomatik. Pemberian antipiretik dan analgetik kepada pasien terinfeksi dilakukan selama gejala demam dan nyeri berlangsung saat fase akut. Selain itu, terapi non medikamentosa seperti istirahat yang cukup, hidrasi yang adekuat, dan konsumsi makan bergizi juga dianjurkan untuk penyembuhan sempurna.

Meskipun jarang terjadi setelah era vaksinasi, komplikasi mumps akibat viremia masih terjadi pada 10 – 40% individu yang terinfeksi. Kasus mumps yang terjadi dengan komplikasi membutuhkan rujukan ke pelayanan kesehatan yang lebih tinggi dan rawat inap. Beberapa pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi, urinalisis, dan kultur urine dibutuhkan untuk kasus orkitis mumps. Infeksi virus mumps yang menyebabkan defisit neurologi membutuhkan punksi lumbar dan analisis cairan cerebrospinal fluid (CSF) untuk mengetahui etiologi pasti.

  • Edukasi

Edukasi mengenai diagnosis dan virus penyebab penyakit penting disampaikan saat menemukan penderita terinfeksi mumps. Pasien yang telah kontak dengan penderita mumps dan mengalami gejala gangguan saluran pernapasan bagian atas yang tidak spesifik perlu dianjurkan untuk menghentikan aktivitas di sekolah, tempat kerja, atau perkumpulan sosial lainnya hingga hari ke- 5 setelah muncul gejala parotitis. Hal ini disebabkan karena sepertiga kasus infeksi dengan gejala subklinis tetap berpotensi menjadi penyebar virus. Tindakan pencegahan individu seperti mencuci tangan juga dianjurkan selain membantu menurunkan resiko penularan dalam sebuah kelompok/komunitas. Penggunaan alat pelindung diri masker dapat mencegah penularan persebaran penyakit menular. Pemakaian masker saat berada di tempat umum dapat mencegah terjangkitnya virus yang menular melalui percikan saluran napas bagian atas.

Penderita juga perlu mendapat informasi mengenai pentingnya imunisasi MMR untuk mencegah terjadinya wabah. Jadwal pemberian vaksin MMR di Indonesia pada anak-anak adalah dua dosis. Dosis pertama diberikan pada usia 12 – 18 bulan dan dosis kedua diberikan usia 5 – 7 tahun. Pada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan vaksin saat masa anak-anak, MMR tetap diberikan dua dosis dengan jarak minimal 28 hari. Vaksinasi MMR masih dapat diberikan meskipun telah terpapar mumps.

SUMBER

Listiani, D., Astuti, A. B., Budi, E. P., Jami’an., Sumarianto, A., Pakki, I. B. 2025. Gambaran Kasus Gondongan Pada Sekolah Dasar Negeri 010 Makroman, Samarinda. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia. 9(1): 31-36

Rausch-Phung, E. A., Davison, P. & Morris, J. 2024. Mumps. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534785/

Suparman, D. D., Mas’ud, I. A. & Karismananda. 2024. Parotitis Mumps: Diagnosis, Tata Laksana, dan Edukasi Pencegahan Penularan pada Fasilitias Pelayan Primer. UMI Medical Journal. 9(2): 116-124

Shares:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *